MUHAMMAD ath-Thāhir Ibnu ‘Asyūr (w. 1973 M), mufassir besar abad ini, mengemukakan pandangan yang menarik tentang tujuan syariat Islam. Ia mengatakan:
شَرِيعَةُ الْاِسْلَامِ جَاءَتْ لِمَا فِيهِ صَلَاح الْبَشَرِ فِى العَاجِلِ وَالْآجِل اى فِى حَاضِرِ الْاُمُورِ وَعَوَاقِبِهَا وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِالآجِلِ أُمورُ الْآخِرَةِ لِاَنَّ الشَّرَائِعَ لَا تُحَدِّدُ لِلنَّاسِ سَيْرَهُمْ فِى الْآخِرَةِ لَكِنْ الْآخِرَةُ جَعَلَهَا جَزَآءً عَلىَ الْاَحْوَالِ الَّتِى كَانُوا عَلَيْهَا فِى الدُّنْياَ. لَمَّا كاَنتْ شَرِيعَةُ الِاسْلاَمِ ضَابِطَةً لِلسُّلُوكِ الدُّنْيَوِى فَاِن الْمَصْلَحَةَ الَّتِى جَاءَتْ لِتَحْقِيقِهَا لَا يُمْكِنُ اَنْ تَكُونَ اِلَّا دُنْيوَيّةً تَهْدِفُ فِى مَقَامِ الْاَوَّلِ الَى ضَبْط نِظَامِ العَالَمِ الدُّنْيَوِى
“Syari’ah Islam dihadirkan untuk kemaslahatan (kebaikan) di dunia ini dan tidak untuk di akhirat. Kemaslahatan (kebaikan) di akhirat, menurutnya, merupakan akibat belaka dari kemaslahatan yang diperolehnya di dunia. Manakala hukum agama berfungsi mengatur perilaku manusia di dunia, maka perwujudan kemaslahatan itu tidak mungkin kecuali bersifat dunia sebagai prioritas utama menuju sistem dunia yang baik.”
Pandangan pemikir muslim kontemporer ini menimbulkan implikasi penting. Rumusan tersebut dikemukakannya dalam rangka ingin menegaskan perlunya kaum muslimin memberikan apresiasi lebih besar terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan (majāl al-mu’āmalāt al-madaniyyah) dari pada persoalan-persoalan individual/ personal.
Agaknya sangat dirasakan bahwa selama kurun waktu yang panjang, perhatian kaum muslimin terhadap urusan syariah individual sebagai yang utama dan begitu dominan, sementara kurang responsif terhadap urusan-urusan publik. Misalnya soal kemiskinan dan kebodohan umat yang masih begitu besar dan terus meningkat.
Belum lagi soal sistem sosial yang berkeadilan dan tanpa korupsi. Betapa banyak hadīts Nabi yang memberikan penghargaan lebih besar terhadap amal-amal kemanusiaan.
23/03/2020